Skandal Tender RSUD Panunggangan Barat: Aroma "Pengaturan" di Balik Proyek Rp30 Miliar - KUPAS TUNTAS NEW

Sabtu, 27 Desember 2025

Skandal Tender RSUD Panunggangan Barat: Aroma "Pengaturan" di Balik Proyek Rp30 Miliar

 


KUPAS TUNTAS || SERANG

Proyek pembangunan RSUD Panunggangan Barat senilai Rp30 miliar kini menjadi sorotan tajam. Bukan karena kemegahannya, melainkan karena proses tendernya yang dinilai penuh dengan kejanggalan struktural. Kabar masuknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memeriksa panitia tender menjadi sinyal kuat bahwa ada yang "tidak beres" dalam dapur pengadaan Pemkot Tangerang.

Bukan sekadar proses lelang biasa, ini adalah dugaan Persaingan Semu. Dari 68 perusahaan yang mendaftar, 66 di antaranya "disapu bersih" dari meja evaluasi tanpa alasan yang akuntabel. Ini bukan sekadar gugur teknis, melainkan indikasi kuat adanya desain untuk menyisakan dua pemain yang diduga telah dikondisikan sejak awal.

Fokus utama tidak hanya pada perusahaan pemenang, tetapi pada Panitia Tender (Pokja). Mengapa Pokja membiarkan proses eliminasi massal terjadi tanpa transparansi? Diamnya Pemerintah Kota Tangerang dalam menanggapi isu ini justru mempertebal kecurigaan publik bahwa ada restu dari pemangku kebijakan yang lebih tinggi.

Anggaran Rp30 miliar berasal dari pajak rakyat. Ketika kompetisi dibunuh melalui rekayasa tender, maka:

Penawaran yang bertahan di angka 92-93% dari HPS menunjukkan tidak adanya upaya penghematan uang negara.

Proyek yang dimenangkan melalui "pengaturan" biasanya dibarengi dengan praktik kickback (setoran), yang seringkali berujung pada pengurangan kualitas material bangunan rumah sakit.

Kelemahan fatal terletak pada Sistem Evaluasi Administrasi dan Teknis yang tertutup. Proyek ini berlokasi di wilayah strategis layanan kesehatan masyarakat, namun transparansi dokumen evaluasinya justru "gelap gulita".

Rilisnya temuan Center for Budget Analysis (CBA) pada Desember 2025 adalah lonceng peringatan. Jika KPK tidak segera melakukan langkah klarifikasi, maka potensi kerugian negara akan semakin nyata seiring dengan dimulainya pengerjaan fisik proyek di tahun anggaran 2025.

Pola yang terbaca adalah "The Rule of Two" (Aturan Dua Peserta). Dengan menyisakan hanya dua peserta dengan selisih harga tipis, panitia seolah-olah menciptakan kesan adanya kompetisi, padahal besar kemungkinan salah satu peserta hanya berfungsi sebagai "pendamping" untuk memenuhi syarat formalitas lelang.

Pembangunan fasilitas kesehatan seharusnya menjadi ladang pengabdian, bukan ladang bancakan. 

Jika Pemkot Tangerang tetap bungkam dan panitia tender tidak mampu membuka alasan gugurnya 66 perusahaan secara transparan, maka wajar jika publik mendesak KPK untuk melakukan audit investigatif menyeluruh.

Jangan sampai RSUD Panunggangan Barat berdiri di atas fondasi yang rapuh akibat praktik korupsi sejak dalam kandungan (tender).


Team PRIMA 







Comments


EmoticonEmoticon

Notification
This is just an example, you can fill it later with your own note.
Done