Dari Warkop Janda: Para Pemimpin Redaksi Bersatu Melawan "Tragedi Kesejahteraan" dan Intervensi Pers - KUPAS TUNTAS NEW

Minggu, 28 Desember 2025

Dari Warkop Janda: Para Pemimpin Redaksi Bersatu Melawan "Tragedi Kesejahteraan" dan Intervensi Pers

 



KUPAS TUNTAS || BELAIAN

Di tengah kepulan asap rokok dan aroma kopi di sebuah kedai sederhana bernama "Warkop Janda", sebuah gerakan kritis lahir dari kegelisahan para tokoh pers nasional. Bukan sekadar tempat singgah, Jalan Cinta RT 00 RW 11, Desa Belaian, kini menjadi saksi bisu konsolidasi para Pimpinan Redaksi (Pimred) se-Indonesia untuk menguak tabir ketidakadilan yang menimpa rakyat. Minggu 28 Desember 2025

Gabungan Pimpinan Redaksi senior lintas suku dan agama, di antaranya Bang Ali, Bang Edi Uban, Bang Jhon, Bang Erik, Bang Rony, Bang Sabar, Bang Fajar, Mbak Fitri, Bang Hermanius, Rizal, dan rekan-rekan Pimred lainnya dari seluruh penjuru nusantara.

Pembentukan forum diskusi kritis dan aksi solidaritas jurnalisme untuk melawan intervensi terhadap profesi pers serta membongkar praktik kekejaman publik yang merugikan masyarakat sipil.

Bertempat di Warkop Janda, Jalan Cinta RT 00 RW 11, Desa Belaian, Jawa Barat. Lokasi ini dipilih sebagai simbol kedekatan jurnalis dengan rakyat kecil (akar rumput).

Pertemuan ini diinisiasi sebagai respons terhadap situasi nasional saat ini, di mana beban hidup rakyat dirasakan semakin tragis di bawah bayang-bayang janji kesejahteraan yang semu.

Karena adanya urgensi untuk memecah kebuntuan informasi dan melawan segala bentuk tekanan serta intervensi terhadap kebebasan pers yang semakin masif terjadi di seluruh pelosok negeri.

Melalui penyatuan pemikiran (satu visi), para Pimred ini membangun sinergi tanpa sekat. Mereka berkomitmen menggunakan pena dan media mereka sebagai alat untuk menguak tabir ketidakadilan melalui karya jurnalistik yang berani dan independen.

Forum Pimred ini menyatakan bahwa kesejahteraan rakyat bukanlah sekadar angka statistik, melainkan hak yang harus diperjuangkan. Pers tidak boleh tunduk pada intervensi yang membungkam kebenaran.

"Kami berkumpul dengan hati nurani, bukan karena kepentingan sesaat. Di meja kayu ini, dengan secangkir kopi dan telo goreng, kami berjanji akan terus menyuarakan suara mereka yang tak terdengar dan melawan setiap bentuk penindasan publik," tegas perwakilan dari perkumpulan tersebut.


Tim Redaksi Prima

Comments


EmoticonEmoticon

Notification
This is just an example, you can fill it later with your own note.
Done